Menjelang bulan suci Ramadan, masyarakat Aceh memiliki tradisi unik yang telah diwariskan secara turun-temurun selama berabad-abad, yaitu Tradisi Meugang. Lebih dari sekadar makan besar, tradisi ini adalah sebuah perayaan kebersamaan, rasa syukur, dan penguatan tali persaudaraan. Di mana pun mereka berada, masyarakat Aceh akan menyisihkan waktu dan rezeki untuk membeli daging, biasanya sapi atau kerbau, untuk dimasak dan dinikmati bersama keluarga, kerabat, dan tetangga. Ini adalah simbol persatuan yang sangat kuat, menunjukkan bahwa solidaritas adalah inti dari masyarakat Aceh.
Asal-usul Tradisi Meugang sendiri memiliki sejarah yang panjang, berawal dari masa Kesultanan Aceh Darussalam. Pada masa itu, Sultan akan membagikan daging kepada rakyatnya sebagai bentuk kepedulian dan kemurahan hati. Tradisi ini kemudian berlanjut dan menjadi bagian tak terpisahkan dari identitas budaya Aceh. Pada hari Selasa, 10 Maret 2026, Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Aceh mencatat bahwa Tradisi Meugang masih sangat dijunjung tinggi. “Meskipun zaman berubah, semangat kebersamaan dalam Meugang tidak pernah luntur,” ujar salah satu pejabat dinas tersebut.
Pagi hari sebelum Meugang, pasar-pasar daging di seluruh Aceh akan dipadati oleh masyarakat. Harga daging, meskipun cenderung naik, tidak pernah mengurangi antusiasme mereka. Bahkan, banyak perantau dari Aceh akan mengirimkan uang kepada keluarga mereka di kampung halaman agar dapat melaksanakan tradisi ini. Proses memasak daging pun dilakukan secara kolektif, dengan para ibu dan anak perempuan yang sibuk di dapur, sementara para ayah dan anak laki-laki membantu di luar. Aroma masakan khas Aceh, seperti kuah beulangong (gulai daging) atau rendang, akan memenuhi udara.
Namun, Tradisi Meugang tidak hanya tentang keluarga inti. Daging yang telah dimasak seringkali dibagikan kepada tetangga, terutama mereka yang kurang mampu. Hal ini menegaskan kembali nilai-nilai gotong royong dan kepedulian sosial yang kuat dalam masyarakat Aceh. Menurut laporan dari Polsek Banda Aceh pada 11 Maret 2026, suasana di pasar dan di lingkungan sekitar sangat kondusif dan penuh toleransi, dengan masyarakat yang saling membantu. Pada akhirnya, Tradisi Meugang adalah pengingat bahwa kebahagiaan sejati bukanlah tentang apa yang kita miliki, melainkan apa yang bisa kita bagi. Ini adalah cerminan dari hati yang tulus dan semangat persaudaraan yang tak lekang oleh waktu.