Tari Saman Gayo: Keunikan Kekompakan Gerak Seribu Tangan yang Mendunia

Indonesia kaya akan warisan budaya tak benda, dan salah satu permata yang paling bersinar adalah Tari Saman Gayo. Tarian ini, yang berasal dari dataran tinggi Gayo di Provinsi Aceh, telah diakui oleh UNESCO sebagai Warisan Budaya Tak Benda pada tahun 2011. Keunikan Tari Saman Gayo terletak pada kekompakan gerak seribu tangan yang luar biasa, di mana puluhan penari duduk rapat dalam satu barisan dan bergerak secara sinkron dengan kecepatan yang terus meningkat. Gerakan ini menciptakan ilusi optik yang memukau, menjadikannya tarian yang sangat energik dan ekspresif. Mempelajari Tari Saman Gayo bukan hanya tentang menghafal gerakan, tetapi juga menyelami filosofi kebersamaan, disiplin, dan spiritualitas masyarakat Gayo.


Filosofi dan Formasi Tarian

Secara tradisional, Tari Saman Gayo dilakukan sebagai media penyebaran ajaran agama Islam, syiar dakwah, dan juga sebagai ungkapan syukur setelah panen raya atau merayakan momen penting. Tarian ini secara historis tidak menggunakan iringan alat musik eksternal; semua suara dan ritme dihasilkan oleh para penari itu sendiri.

Elemen Kunci Kekompakan:

  1. Rengum (Suara dan Syair): Penari menghasilkan irama utama melalui tepukan tangan ke dada, paha, dan lantai, serta jentikan jari. Syair yang dibawakan (saman) menggunakan bahasa Gayo dan mengandung pesan moral, nasihat agama, atau humor yang relevan dengan kehidupan sehari-hari.
  2. Formasi Didong: Penari duduk berlutut atau bersila dalam barisan lurus yang sangat rapat. Formasi ini mengharuskan setiap penari untuk sangat peka terhadap gerakan penari di sebelahnya, sehingga menciptakan keseragaman yang mustahil tanpa latihan yang intensif.
  3. Tempo: Tarian dimulai dengan tempo lambat (gerak saring) dan bertransisi ke gerakan cepat, eksplosif, dan kompleks (gerak cerpat) yang disebut guncang.

Dalam sebuah festival budaya yang diselenggarakan oleh Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Aceh pada 15 November 2025, tercatat bahwa satu tim Tari Saman Gayo minimal harus terdiri dari 10 hingga 20 penari dan dipimpin oleh seorang syekh yang berfungsi sebagai konduktor dan penyanyi.

Pakaian dan Atribut Penting

Penari Saman mengenakan pakaian adat Gayo yang didominasi warna hitam dengan hiasan sulaman berwarna merah, kuning, dan hijau yang disebut kerawang Gayo. Atribut kepala yang dikenakan penari pria disebut bulang teleng, yang tidak hanya berfungsi sebagai pelengkap kostum tetapi juga memiliki makna filosofis yang melambangkan kebersamaan dan kedisiplinan.

Tantangan Pelestarian di Era Modern

Meskipun telah mendunia dan menjadi duta budaya Indonesia, pelestarian Tari Saman Gayo menghadapi tantangan. Salah satunya adalah menjaga keaslian tarian dari perubahan yang disebabkan oleh tuntutan pertunjukan modern (misalnya penambahan alat musik eksternal).

Pemerintah Daerah Kabupaten Gayo Lues (tempat asal Saman) mengambil langkah proaktif. Melalui Peraturan Daerah Nomor 05 Tahun 2024, ditetapkan bahwa semua proses pengajaran dan pertunjukan tari Saman harus sesuai dengan standar UNESCO. Selain itu, kurikulum tari Saman di sekolah-sekolah di Gayo Lues diwajibkan sebagai ekstrakurikuler utama, memastikan bahwa regenerasi penari terus berlangsung dan filosofi tarian tetap utuh, diwariskan dari generasi ke generasi.