Seni Tradisional Rateb Meuseukat: Tarian Saman dan Filosofi Gerakan Persatuan Aceh

Provinsi Aceh kaya akan warisan budaya Islam yang tercermin dalam seni pertunjukannya. Salah satu warisan yang paling memukau dan filosofis adalah Seni Tradisional Rateb Meuseukat. Meskipun sering disamakan dengan Tari Saman, Seni Tradisional Rateb Meuseukat memiliki keunikan tersendiri dalam gerakan, irama, dan terutama filosofinya. Tarian ini adalah media dakwah, pendidikan, dan pemersatu masyarakat yang telah dipertahankan selama berabad-abad, terutama di Aceh bagian pesisir dan dataran tinggi. Seni Tradisional Rateb Meuseukat bukan hanya pertunjukan yang memukau mata dengan gerakan sinkron; ia adalah cerminan dari semangat kolektif dan persatuan masyarakat Aceh yang teguh.


Perbedaan Krusial dengan Tari Saman

Secara kasat mata, Seni Tradisional Rateb Meuseukat mirip dengan Tari Saman karena keduanya menampilkan barisan penari duduk yang mengandalkan tepukan tangan, dada, dan paha secara serempak. Namun, perbedaan mendasarnya terletak pada:

  1. Pelafalan (Syair): Rateb berasal dari kata ratib yang berarti zikir atau pujian kepada Allah SWT dan Nabi Muhammad SAW. Syair yang dilantunkan dalam Meuseukat secara umum lebih fokus pada ajaran agama, sejarah Islam, dan nasihat moral, berbeda dengan Saman yang syairnya lebih variatif tentang kehidupan sehari-hari.
  2. Jumlah Penari: Umumnya, Rateb Meuseukat ditarikan oleh penari ganjil, yaitu 9, 11, atau 13 orang, yang semuanya adalah perempuan. Sementara Tari Saman biasanya ditarikan oleh laki-laki dan kini sering ditarikan oleh penari berjumlah genap atau ganjil yang lebih banyak.
  3. Musik: Rateb Meuseukat didominasi oleh ritme vokal dan tepukan tubuh (body percussion), tanpa diiringi instrumen musik tradisional seperti Rapai atau Gendang secara dominan.

Filosofi Persatuan dan Kepatuhan

Tujuan utama Seni Tradisional Rateb Meuseukat adalah menanamkan nilai-nilai persatuan (wahdah) dan kepatuhan kepada Tuhan (tauhid). Gerakan tarian ini memiliki filosofi yang mendalam:

  • Kesinkronan: Gerakan tepukan, anggukan, dan hentakan yang harus dilakukan secara serempak melambangkan kesatuan hati dan pikiran (Musyawarah) masyarakat dalam menghadapi masalah, menanggalkan ego individu demi kepentingan bersama.
  • Kecepatan: Pergantian irama dari pelan ke cepat secara tiba-tiba melambangkan kesiapan masyarakat Aceh untuk bertindak cepat dan tanggap dalam situasi kritis, seperti konflik atau bencana.

Tarian ini secara tradisional dipentaskan pada acara-acara besar keagamaan, seperti perayaan Maulid Nabi atau acara penyambutan tamu kehormatan. Sebuah pementasan khusus Seni Tradisional Rateb Meuseukat yang melibatkan 500 penari dari berbagai sanggar di Aceh diselenggarakan pada tanggal 19 September 2024 di Stadion Harapan Bangsa, yang bertujuan untuk mempromosikan perdamaian dan persatuan pasca-konflik.


Peran Seni dalam Pelestarian Sejarah

Keindahan Rateb Meuseukat tidak hanya terletak pada gerakannya, tetapi juga pada kemampuannya menjaga sejarah lisan. Syair-syair tarian seringkali menceritakan kisah para ulama, perjuangan pahlawan, atau peristiwa penting masa lalu.

Pelestarian seni ini kini aktif didukung oleh pemerintah daerah melalui Dinas Kebudayaan dan Pariwisata, serta lembaga pendidikan. Universitas Syiah Kuala (USK) di Banda Aceh bahkan memasukkan Rateb Meuseukat sebagai mata kuliah praktikum seni budaya wajib bagi mahasiswa program studi tertentu. Melalui upaya pelestarian yang sistematis ini, Aceh memastikan bahwa warisan tak benda yang kaya akan filosofi persatuan dan ajaran Islam ini akan terus diwariskan, menjadi simbol budaya yang abadi bagi generasi mendatang.