Saksi Bisu Tsunami: Mengunjungi Kapal PLTD Apung dan Kapal di Atas Rumah di Banda Aceh

Bencana gempa bumi dan tsunami yang melanda Aceh pada Minggu, 26 Desember 2004, adalah salah satu tragedi kemanusiaan terbesar dalam sejarah modern Indonesia. Hari itu, ombak raksasa yang menerjang pesisir Aceh tidak hanya merenggut ratusan ribu jiwa tetapi juga memindahkan objek-objek masif ke daratan, meninggalkan dua monumen luar biasa yang kini menjadi Saksi Bisu Tsunami: Kapal Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD) Apung dan Kapal di Atas Rumah. Kedua benda raksasa ini berdiri tegak sebagai pengingat akan dahsyatnya kekuatan alam dan ketahanan spiritual masyarakat Aceh. Mengunjungi Saksi Bisu Tsunami ini adalah pengalaman yang mendalam, mengajarkan makna Pengurangan Risiko Bencana dan pentingnya kesiapsiagaan komunitas.


Kapal PLTD Apung: Monumen Kekuatan Gelombang

Kapal PLTD Apung adalah kapal tongkang pembangkit listrik yang memiliki bobot sekitar 2.600 ton dengan panjang 63 meter. Sebelum tsunami, kapal ini berlabuh dengan aman di Pelabuhan Ulee Lheue, sekitar 5 kilometer dari lokasi akhirnya saat ini.

1. Perpindahan yang Luar Biasa

Ketika tsunami menghantam, gelombang raksasa mampu mengangkat dan menggeser kapal ini sejauh 5 kilometer dari laut, meletakkannya di tengah permukiman padat penduduk di Desa Punge Blang Cut. Kapal ini terdampar pada sekitar pukul 08.45 WIB, beberapa saat setelah gelombang pertama dan kedua menerjang.

  • Fungsi Kini: Kapal ini kini telah diubah menjadi museum dan pusat edukasi tsunami. Struktur di sekitarnya dibangun dengan tangga dan viewing deck, memungkinkan pengunjung untuk melihat kerusakan yang ditimbulkan oleh bencana dari perspektif yang berbeda. Dokumen dan foto-foto otentik dari masa pasca-bencana dipajang, menjelaskan peran PMI dan TNI saat Penyaluran Bantuan dan evakuasi.

Kapal di Atas Rumah: Simbol Ketahanan

Monumen Saksi Bisu Tsunami lainnya adalah kapal kayu nelayan yang tersangkut dan teronggok di atas atap sebuah rumah di Desa Lampulo. Kapal ini, meskipun ukurannya jauh lebih kecil dari PLTD Apung (panjang sekitar 25 meter), memiliki kisah heroik yang mengharukan.

1. Kisah Penyelamatan

Kapal ini tersangkut di atap rumah milik Bapak Abas setelah gelombang tsunami mendorongnya dari laut. Uniknya, kapal ini menjadi tempat berlindung darurat bagi 59 orang warga yang berhasil memanjat dan bertahan di atasnya sementara gelombang melanda dan menghancurkan bangunan di bawahnya.

  • Makna Filosofis: Kini, kapal tersebut dipagari dan dilestarikan sebagai simbol ketabahan. Di bawah kapal, rumah-rumah telah dibangun kembali, dan komunitas telah pulih. Di area ini, program Adaptasi Masyarakat terhadap bencana, termasuk Pelatihan Siber untuk komunikasi darurat, sering diselenggarakan oleh pemerintah daerah.

Kedua kapal ini tidak hanya menceritakan kengerian masa lalu, tetapi juga harapan dan ketahanan luar biasa masyarakat Aceh, menjadikannya situs wajib kunjung untuk mengenang korban dan menghargai kehidupan yang tersisa.