Rumoh Aceh: Mengenal Arsitektur Tradisional Tahan Gempa

Di tengah modernisasi arsitektur, kearifan lokal dalam membangun hunian masih relevan, terutama di daerah rawan bencana. Salah satu contoh terbaik adalah Rumoh Aceh, rumah adat tradisional dari suku Aceh. Bangunan ini bukan sekadar tempat tinggal, melainkan cerminan budaya, kepercayaan, dan yang paling menakjubkan, inovasi arsitektur yang dirancang untuk tahan gempa. Artikel ini akan mengajak Anda mengenal lebih dalam arsitektur unik Rumoh Aceh dan bagaimana strukturnya menjadi inspirasi berharga bagi pembangunan modern.

Rumoh Aceh memiliki ciri khas yang sangat membedakannya dari rumah adat lain, yaitu konstruksi panggungnya. Rumah ini dibangun di atas tiang-tiang kayu yang kokoh, membuat lantainya terangkat dari tanah. Kolom-kolom kayu ini tidak ditanam ke dalam tanah, melainkan diletakkan di atas batu pondasi besar. Metode ini memungkinkan tiang-tiang rumah bergoyang saat terjadi gempa, menyerap energi getaran dan mencegah struktur utama roboh. Desain yang fleksibel ini adalah bukti kecerdasan nenek moyang masyarakat Aceh dalam beradaptasi dengan kondisi geografis daerah yang sering mengalami gempa.

Selain konstruksi panggung, material yang digunakan juga sangat mendukung ketahanan rumah. Seluruh struktur Rumoh Aceh, mulai dari tiang, dinding, hingga atap, terbuat dari kayu pilihan. Dindingnya dibuat dari papan kayu yang dipasang tanpa paku, melainkan menggunakan sistem pasak dan sambungan. Metode ini membuat bangunan menjadi lebih elastis. Saat gempa mengguncang, sambungan-sambungan ini memungkinkan bagian rumah bergerak tanpa merusak keseluruhan struktur. Terdapat data dari sebuah penelitian arsitektur di sebuah universitas di Banda Aceh pada tanggal 14 Agustus 2025, yang menunjukkan bahwa rumah-rumah tradisional ini terbukti jauh lebih tahan terhadap gempa dibandingkan bangunan modern yang terbuat dari beton tanpa standar ketahanan gempa yang memadai.

Rumoh Aceh juga sarat dengan nilai budaya. Setiap bagiannya, dari jumlah anak tangga yang ganjil hingga ukiran-ukiran khas, memiliki makna filosofis tersendiri. Ruangan-ruangan di dalamnya memiliki fungsi spesifik, seperti ruang seuramoe keue (ruang depan) untuk menerima tamu laki-laki dan ruang seuramoe inong (ruang tengah) yang berfungsi sebagai ruang keluarga dan menerima tamu perempuan. Pembagian ruang ini mencerminkan tatanan sosial dan keagamaan yang kuat dalam masyarakat Aceh.

Contoh nyata ketangguhan Rumoh Aceh terlihat setelah bencana tsunami pada 26 Desember 2004. Banyak rumah-rumah modern hancur total, sementara beberapa rumoh aceh kuno yang masih berdiri hanya mengalami kerusakan ringan. Hal ini membuktikan bahwa arsitektur tradisional ini memiliki keunggulan yang tidak bisa diremehkan. Dengan demikian, Rumoh Aceh bukan hanya warisan budaya, tetapi juga pelajaran berharga tentang bagaimana membangun hunian yang harmonis dengan alam dan mampu bertahan dari tantangan bencana.