Publik yang kritis terhadap kebijakan DPR adalah cerminan dari dinamika politik yang sehat. Sentimen negatif yang sering muncul bukan tanpa alasan. Hal ini merupakan akumulasi dari beberapa faktor yang telah mengikis kepercayaan masyarakat terhadap lembaga legislatif.
Salah satu alasan utamanya adalah transparansi yang minim. Proses perumusan kebijakan seringkali tertutup, tanpa melibatkan partisipasi publik secara memadai. Hal ini menimbulkan dugaan bahwa ada agenda tersembunyi atau kepentingan kelompok tertentu yang dimainkan.
Selain itu, kualitas kebijakan DPR seringkali dinilai kurang berpihak pada rakyat. Banyak undang-undang yang dianggap menguntungkan elite atau investor, sementara kebutuhan dasar masyarakat terabaikan. Ini memicu rasa ketidakadilan yang mendalam.
Lambatnya pembahasan RUU prioritas rakyat juga menjadi sumber kekecewaan. Proyek legislasi yang penting, seperti RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga, seringkali mandek selama bertahun-tahun. Ini menunjukkan kurangnya komitmen dan empati.
Kesenjangan antara janji kampanye dan realitas juga memperburuk sentimen. Anggota dewan seringkali berjanji manis saat kampanye. Namun, setelah terpilih, mereka lupa dengan janji-janji tersebut. Ini merusak kredibilitas dan menciptakan rasa pengkhianatan.
Sentimen negatif juga diperkuat oleh kasus-kasus korupsi yang melibatkan anggota dewan. Praktik tercela ini menunjukkan bahwa wakil rakyat justru mencari keuntungan pribadi, bukan mengabdi. Ini adalah pukulan telak bagi citra DPR.
Kemarahan publik juga dipicu oleh isu-isu sensitif, seperti kenaikan gaji dan tunjangan di tengah kesulitan ekonomi. Hal ini menunjukkan bahwa kebijakan DPR tidak sejalan dengan penderitaan rakyat. Ini adalah bukti hilangnya empati.
Di era digital, sentimen ini menyebar dengan cepat melalui media sosial. Platform ini menjadi ruang bagi masyarakat untuk menyuarakan kritik secara langsung. Setiap kebijakan DPR yang kontroversial langsung mendapat reaksi keras.
Untuk mengatasi sentimen negatif, DPR harus melakukan reformasi mendasar. Peningkatan transparansi adalah hal pertama. Semua proses legislasi harus terbuka untuk publik. Ini akan membangun kembali kepercayaan.
Peningkatan partisipasi publik juga sangat penting. DPR harus membuka diri untuk masukan dari masyarakat, akademisi, dan organisasi sipil. Keterlibatan ini akan menghasilkan kebijakan yang lebih baik.